Kita memahami betul bahwa Indonesia memiliki beragam kekayaan kebudayaan. Luasnya daerah yang dimiliki Indonesia, berbanding lurus dengan kebudayaan yang dimiliki. Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan Nasional.
Adat istiadat merupakan salah satu ciri khas suatu daerah . Adat istiadat inipun merupakan salah satu perilaku budaya yang diterapkan dan melekat dalam lingkungan masyarakat. Adat kebiasaan yang diturunkan secara turun menurun (dari nenek moyang) akan membentuk tradisi.
Di dalam masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik, terdapat banyak ritual yang menjadi tradisi.Salah satunya adalah ritual Ruwatan.
Ruwatan berasal dari kata Ruwat yang berarti (1) Luar saka panenung (2) Luar saka ing beban lan paukumaning dewa (3) Dipateni tumprap kewan kang bebayani (Poerwadarmintro, 1939, dalam Baoesastra Djawa ). Di dalam tradisi Jawa Kuno, ruwat dikenal dengan konsep lukat yang memiliki arti dihapuskan, dibatalkan, dilepaskan, dibersihkan, disucikan. (Zoetmulder, 1982 dalam Old Javanese-English Dictionary)
Secara pribadi, saya belum pernah mengikuti atau melihat secara langsung tradisi Ruwatan. Namun, salah satu destinasi wisata yang saya kunjungi beberapa waktu lalu, membuat saya tertarik untuk menggali informasi mengenai tradisi ini, meski hanya dalam literatur.
Tempat wisata yang saya datangi adalah Jatim Park 1, yang terletak di kawasan wisata Batu, Malang, Jawa Timur. Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 80.000,-, saya beserta keluarga mulai memasuki area utama Jatim Park 1.
Baru menginjakkan kaki beberapa langkah inilah, kami disuguhi pemandangan yang unik. Dimana patung-patung dengan ukuran se-manusia normal, "berperan" sebagai sekelompok masyarakat yang berdoa. Menjawab keherannya yang saya batin, saya melihat sebuah papan bertuliskan "Pagelaran Sakral Ruwat "
Seperti halnya ritual lainnya, Ruwatan juga membutuhkan rangkaian sesaji. Itu mengapa, di depan patung-patung realis tersebut terdapat tumpeng dengan ukuran sangat besar, dilengkapi dengan berbagai kelengkapan lauk pauknya. Tidak jauh dari tumpeng, sebuah patung kepala kerbau tampak diletakkan di atas tampah (wadah yang terbuat dari anyaman belahan batang bambu) dengan taburan kembang setaman di sekeliling kepala kerbau tersebut.
Dalam budaya Jawa, ritual Ruwatan adalah wujud perlindungan diri dari malapetaka yang diakibatkan oleh Batara Kala, yang merupakan anak dari Batara Guru dan Dewi Durga.
Dikisahkan Batara Guru ingin bercinta dengan Batari Uma, istrinya, di atas lembu Andini. Karena Batari Uma merasa malu dengan lembu Andini, maka ia banyak bergerak sehingga air mani Batara Guru jatuh ke lautan, yang kemudian membuat lahirnya Batara Kala.
Atas peristiwa itu Batara Guru merasa marah, dan kemudian menghukum Batari Uma sehingga memiliki taring dan berwujud raksasi(raksasa perempuan). Batari Uma kemudian di berikan daerah kekuasaan di Setra Gandamayit dan berubah nama menjadi Batari Durga.
Batara Kala (Gambar diambil dari Wikipedia) |
Manusia yang dianggap mendapatkan malapetaka dari Batara Kala ini disebut dengan sukerta. Nasib kurang baik yang dialami sukerta ini, bisa dibawa sejak lahir, atau akibat dari perbuatan tertentu yang melanggar peraturan. Sehingga perlu kemudian diadakan ritual Ruwatan dengan berbagai ubo rampe dan sesajen agar dirinya menjadi bersih.
Ritual Ruwatan kemudian dilanjutkan dengan menggelar pertunjukkan wayang kulit. Lakon wayang yang disajikan dalam ritual Ruwatan biasanya adalah Murwakala dan Sudamala.
Sesajen menjadi perlengkapan Ruwatan yang penting. Sajen adalah segala sesuatu berupa makanan yang secara khusus di peruntukkan bagi makhluk ghaib (atau makhluk halus). Sesajen ini menjadi sarana untuk mengadakan hubungan dengan alam lain. Sesajen ini juga berfungsi sebagai makanan makhluk halus. Karena makhluk bersifat "halus" maka, makanan sesajen bukan di "makan" secara harfiah, namun hanya dinikmati baunya.
Ritual Ruwatan ini juga dapat diakhiri dengan melakukan upacara larung atau buang sial ke tengah lautan, yaitu dengan menghanyutkan kepala kerbau.
Ritual yang erat kaitannya dengan kepercayaan animisme dan dinamisme ini masih banyak dilakukan hingga saat ini. Tujuannya untuk membersihkan diri sendiri, lingkungan ataupun wilayah. Ruwatan juga dapat dilakukan sebagi bentuk rasa syukur kepada yang Di Atas, sekaligus dapat membuang sial.
Pengetahuan mengenai Tradisi Ruwatan ini dapat diperoleh di Jatim Park 1 di area Galeri Etnik Nusantara.
bentuk kearifan lokal yg masih ada ya
ReplyDeleteiya mbak..meski tidak mengikuti tradisi ini. Paling nggak bisa tau kekayaan tradisi Indonesia
DeleteTetap penasaran dengan budaya indonesia, budaya indonesia yang menjadi tradisi dan bisa menjadi daya tarik turis domestik dan mancanegara
ReplyDelete