Sejak 2011 saya membangun usaha di bidang jasa event organizer. Sejak saat itu pula, saya mulai mengenal bagaimana memanfaatkan teknologi informasi internet. Saya menyadari, internet membantu dalam mempromosikan usaha yang saya miliki. Hasilnya, hampir 90% klien yang datang mengetahui informasi usaha saya juga dari internet.
Awal membangun usaha ini, saya bermodalkan 0 rupiah. Saya hanya perlu memasang promosi berupa tulisan baik itu di blog, social media dan beberapa forum online. Hasilnya, sampai tahun ke 6 bisnis ini masih bertahan. Selebihnya, word of mouth communication yang bekerja.
Bisnis event organizer saya merupakan salah satu bentuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM adalah usaha dengan kekayaan bersih maksimal Rp 10 miliar di luar tanah dan bangunan atau memiliki omzet maksimal Rp 50 miliar per tahun (UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM). Dan ternyata, 99 % usaha di Indonesia adalah UMKM. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM di Indonesia mencapai 56,5 juta.
Salah satu pekerjaan rumah terbesar pemerintah adalah mengupayakan agar UMKM lebih mengenal teknologi digital. Bank Dunia menyebutkan, keterlibatan UMKM dalam menggunakan teknologi digital menjadi pendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, hal ini menjadi ironis ketika Kementerian Koperasi memiliki data di tahun 2016, yang menyebutkan bahwa 37 % UMKM di Indonesia tidak mempunyai akses internet, 36 % mempunyai akses internet namun tidak digunakan untuk berjualan, dan `18 % menggunakan smartphone hanya untuk berjejaring sosial. Sisanya, yakni 9% merekalah yang memanfaatkan e-commerce dengan serius.
Baca Juga : From Online to Offline Marketing, Apa Untungnya?
UMKM di Indonesia sendiri memiliki banyak persoalan yang menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas. Ada beberapa permasalahan yang dipaparkan oleh narasumber Seminar Ekonomi Digital" Mendorong Ekonomi Lokal Melek Digital" yang saya ikuti di Gedung Heritage Bank Indonesia, beberapa waktu lalu. Salah satunya, sekitar 40 juta UMKM, yang hampir semuanya tergolong usaha mikro, tidak pernah mendapatkan dukungan permodalan dari bank.
Seminar Ekonomi Digital dengan Pembicara Rizki Siwu, VP Business Merchant Doku, Corporate Secretary BRI dan Junanto Herdiawan, Kepala Financial Technology Office BI. Dipandu oleh Ariyo Ardi |
Permasalahan mendasar ini yang membuat UMKM menjadi ragu untuk mencoba berbagai inovasi. Sehingga, UMKM tertinggal dalam menguasai teknologi, manajemen, informasi dan pasar. Hal inilah, yang menggerakkan pemerintah untuk memberikan berbagai dukungan kepada UMKM, baik berupa pelatihan hingga ke pengembangan kemitraan.
Tentu ini menjadi tantangan yang besar. Perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya dengan mengadopsi konsep Pentahelix Academician–Business–Community– Government-Media (ABCGM). Di konsep ini Akademisi berperan sebagai konseptor seperti melakukan standarisasi model bisnis, sertifikasi, dan lainnya. Business player sebagai enabler dengan menghadirkan infrastruktur ICT, Media menjalankan peran sebagai expander, komunitas untuk akselerator, dan pemerintah sebagai regulator. Jika hal ini berjalan dengan baik, maka cita-cita menjadikan 6 juta UMKM melek digital di tahun 2020 menjadi bukan angan-angan.
Bersama Junanto Herdiawan, Kepala Financial technology Office Bank Indonesia |
UMKM memang harus melek digital supaya dagangannya laris banyak yang order. Kan pasarnya luas kalau di jual by online..
ReplyDeletebetul,,,bagi mereka yang masih awam dengan kemajuan teknologi informasi perlu adanya perlatihan yang intensif
Delete