Jika membandingkan frekuensi nonton film dalam negeri dan film mancanegara di bioskop dalam setahun, mungkin bisa dibilang 1 : 10. Bukan karena tidak mencintai produk dalam negeri, namun saya harus yakin bahwa film yang akan saya tonton memang punya "value" yang belum saya temukan sebelumnya. Film bukan hanya menjadi sarana hiburan tetapi juga medium belajar. Itu juga yang akhirnya menjadi alasan saya menonton film Terbang Menembus Langit, a film by Fajar Nugros.
Awalnya, saya punya persepsi mainstream bahwa film biopic pasti akan memiliki cerita dan alur begitu-begitu saja. Kisah perjuangan seseorang dalam menapaki berbagai tangga kehidupan. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Lalu, sebagai penonton kemudian akan mendapatkan inspirasi, dan kemudian berangan-angan tentang kesuksesan, lalu pulang dengan semangat baru, lalu kemudian menguap dalam beberapa jam. begitu kan?
Well, Terbang Menembus Langit, produksi Demi Istri Production dengan sutradara Fajar Nugros ini, ternyata berhasil membuat saya dan suami berdiskusi panjang soal film ini. Bukan membicarakan hal -hal teknis pengambilan gambar, musik dan teori-teori perkuliahan ala mahasiswa ilmu komunikasi. Tetapi kami membicarakan tentang nilai, dan begitu banyak hal yang "related" banget dengan kehidupan kami berdua.
Spoiler di tulisan ini mungkin sekitar 2% ya, 98% nya harus kamu temukan dengan menonton film dengan produser Susanti Dewi ini di bioskop mulai 19 April 2018.
Jadi saya akan menuliskan, 7 hal menarik dan bernilai versi saya setelah menonton film Terbang Menembus Langit bersama suami dan anak saya. (Anak saya nonton juga dari awal sampai akhir dan tidak tidur. Wow banget ini!)
1. Saya jadi tahu siapa Onggy Winata/ Hianata
Hah, nggak tahu? Iya, saya nggak tahu.
Termasuk ketika saya tanyakan ke beberapa teman komunitas, mereka juga nggak tahu Onggy Winata itu siapa. Mungkin karena kami terlalu banyak "makan" televisi. Jadi, figur-figur yang sering nongol di televisi saja yang kami tahu.
Film ini berhasil "memaksa" saya untuk mencari tahu siapa Onggy Winata atau Onggy Hianata ini, sebelum saya menonton film Terbang Menembus Langit. Dan akhirnya saya tahu bahwa lelaki ini adalah pengusaha sekaligus motivator yang bergerak dalam karakter building. Dan hebatnya namanya sudah mendunia dengan peserta seminar yang berasal dari 80 negera.
2. Belajar peta lagi
Akhirnya belajar geografi lagi.
Onggy Winata berasal dari Kampung Bugis, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat. Lahir di tanggal 6 maret 1962.
Hayo, di mana letak Tarakan? jangan bilang kalau Tarakan dekat Tuban ya, karena sama-sama berawalan huruf T. :)
Berdasarkan suhu wikipedia, Kota Tarakan terletak di Kalimantan Utara. Tarakan juga menjadi kota terkaya ke-17 di Indonesia. Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka, berada pada sebuah pulau kecil. ( Pada tahun 2012 pemekaran Provinsi Kalimantan Timur menjadi dua provinsi yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Kota Tarakan termasuk ke dalam Kalimantan Utara.)
Onggy Winata, selepas SMA memberanikan diri untuk pergi ke Surabaya. Itu mengapa saya mengukur seberapa jauh Tarakan ke Surabaya. Memutuskan untuk pergi ke tanah Jawa tentu memiliki banyak tantangan dan itu Onggy lakukan seorang diri.
3. Isu pluralisme yang "nyentil"
Saya sangat tertarik dengan isu-isu pluralisme. Referensi hidup keberagaman yang saya miliki sangat terbatas.
Film ini memberikan wawasan bagaimana pola pendidikan di salah satu keluarga Tionghoa. Sekaligus, memberi gambaran bahwa tidak semua keluarga Tionghoa itu kaya. Ini penting dipahami generasi saat ini yang mungkin terdoktrinasi oleh orang tua atau keluarga besar mereka. Bahwa, keluarga Tionghoa sudah kaya turun temurun. Mereka punya banyak harta untuk diwariskan.
Mana ada harta tanpa usaha, sih?
Pertemanan Onggy dengan ketiga teman kostnya yang berasal dari Irian Jaya, Medan dan Sunda juga menarik. Bahwa, ruangan 3 x 2,75 meter, dapat menyatukan mereka menghadapi nasib keterbatasan anak kuliahan yang harus menahan lapar karena tidak memiliki uang.
Film ini juga menggambarkan kerusuhan era 98. Buat saya, kejadian kala saya berumur 8 tahun itu, menyimpan trauma tersendiri.
4. Sukak banget dengan pemeran pendukungnya
Kemampuan acting Dion Wiyoko sebagai Onggy, dan Laura Basuki sebagai Chandra Dewi, istri Onggy memang tidak perlu diragukan.
Namun, para pemain pendukung memberikan nyawa pada film ini, dan membuat Terbang Menembus Langit lebih hidup.
Sosok Kartolo, Erick Estrada, ketiga teman kost Onggy, sosok ibu bertato tetangga Onggy, mas-mas gondrong tetangga Onggy, membawa angin segar diluar konflik kehidupan Onggy dan keluarganya.
Mereka mewakili kehidupan bermasyarakat sebenarnya. Jadi ketika menonton film Terbang Menembus Langit ini, kamu bakal langsung ingat dengan sosok tersebut di dunia nyata. Tetanggamu yang galak, teman-temanmu yang seru, dan curhat colongan dengan bapak pedagang kaki lima.
Suasana saat Meet & Greet |
5. "Satu makan, semua makan"
Jargon ini mirip dengan "mangan gak mangan asal ngumpul " (makan nggak makan yang penting kumpul) yang sering saya dengar. Inti dari ujaran ini adalah pada kebersamaan dan kekeluargaan. Apapun kondisinya, semua harus merasakan. Repot, harus ditanggung bersama. Makan enak, semua harus merasakan.
Adegan makan bersama di meja makan terjadi berulang-ulang di film ini. Dan secara sukses, mampu mengingatkan saya pada kaleng Khong Guan, bukan, pada kenangan makan besar di keluarga saya. Dan sekarang kebiasaan ini masih saya lanjutkan. Saya, suami dan anak selalu menghabiskan makan malam di meja makan sembari bercerita tentang banyak hal.
6. Seperti berkaca melalui film ini
Apakah semenderita itu? Alhamdulillah tidak.
Tapi, saya memang tidak hidup bergelimang harta saat kecil. Salah satu scene yang jadi momen "deg" adalah saat Onggy menggoreng krupuk, kemudian membungkusnya dengan plastik, lalu merekatkan plastik tersebut dengan api.
Hei....saya pernah melakukan itu juga!!
Bedanya, saya membeli krupuk kiloan di toko, kemudian mengemas dan merekatkannya dengan api juga. Kemudian dijual dengan harga 500 rupiah dititipkan di warung-warung.
Pindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain juga dilakukan keluarga saya. Jadi saya dan keluarga dulu merasakan betul, sakit dan senang dipikul bersama.
Yah, hidup memang perjuangan yang harus dimenangkan.
Jadi, jika film ini ditonton oleh anak sekolahan atau kuliah, film ini bisa berfungsi sebagai motivator. Mereka yang sekarang bersantai-santai saat muda, harus melihat bahwa masa depan itu diraih dengan kerja keras.
Dan buat saya sekarang, film ini menjadi semacam refleksi yang kemudian mengajak saya untuk bersyukur akan kehidupan saat ini. Bahwa, apa yang kita raih , adalah bagian dari usaha dan doa yang tidak berhenti.
Bersyukur juga membuat hati tenang dalam menghadapi kehidupan.
Lihat saja, sosok Onggy di film ini. Berkali-kali dia mengatakan " Semua akan baik-baik saja" mirip dengan Phunsukh Wangdu di 3 IDIOTS dengan "All is well" nya. Ketenangan ini melapangkan pikiran, menguatkan hati dan membesarkan harapan.
7. Keluarga tempat kembali
Wah, ini yang betul-betul bikin ngiri. Almarhum Ong Choi Moi, ayah Onggy hanyalah karyawan yang memiliki gaji kecil dan tidak cukup untuk membiayai sembilan anaknya. Onggy sendiri adalah anak kedelapan.
Di film ini ditunjukkan, bagaimana mereka bekerja keras bersama seluruh anggota keluarganya, mulai dari mencari kayu di hutan, mencari air dan lain sebagainya.
Tolong- menolong antar anggota keluarga juga terlihat, bahkan ketika masing-masing sudah berkeluarga.
Kedekatan emosional Onggy dan keponakannya juga menarik. Saya sendiri tidak memiliki ikatan seperti itu di keluarga. Jadi melihat penggambaran di film Terbang Menembus Langit ini, saya bisa tersentuh akan perhatian seorang paman kepada keponakannya dan begitu juga sebaliknya.
Lalu, apakah kisah Onggy dan sang istri juga mengharu biru? Tentu saja. Permasalahan kehamilan itu benar-benar menguras emosi saya sebagai ibu. Saya tidak bisa membayangkan, apa yang terjadi jika Onggy tidak bertekad mencari second opinion. Kadang-kadang ujian memang datang saat kita sudah jatuh.
Jatuh, tersungkur, dianjak-injak lagi. Pedih..
Mending kamu nonton sendiri saja ya, bagian ini bikin saya gregetan karena pernah mengalami hal yang hampir sama. Uang bisa membutakan hati!
Jadi, gimana? Terbang Menembus Langit nggak bikin kamu jadi menye-menye kan?
Nggaklah, buktinya acara Meet & Greet dan Nonbar film Terbang Menembus Langit yang diadakan kemarin Senin, 9 April 2018, sukses bikin The Park Mall Solo Baru penuh dengan lautan manusia. Apalagi di dalam gedung bioskopnya. :)
Nonton film bersama rekan blogger juga |
Oiya, satu lagi yang nggak kalah keren, hampir semua cast di film ini juga nyamperin penonton lho di dalam ruang bioskop kemarin. Jarang-jarang banget nih terjadi..
Buat kamu yang mungkin ingin merasakan film Terbang Menembus Langit juga, jadi nggak sekedar nonton ya, tapi rasakan value nya, kamu bisa nonton di bisokop di Indonesia mulai tanggal 19 April 2018.
Ada pesan terakhir dari film ini untuk penonton. Yakni, kalau beli AC jangan lupa beli listriknya juga :p
Andaikan enggak malam, aku ikut Mak... Hiks, nasib rumah jauh suami kerja...
ReplyDeleteWow, Lila nonton dan anteng?
iya..alhamdulillah dia anteng banget..hihih
DeleteAku pun baru mendengar nama Onggy Winata ini. Siapa sih? Hmm googling dulu nih.
ReplyDeleteWah nggak sempat ikut nonton pas liputan tentang boothcampnya pak Onggy. Makin tahu deh sosok beliau karena awal Mei ada undangan boothcampnya di puncak
ReplyDeleteiya, saya baru tahu juga kalau ada bootcampnya
DeleteFilm yang membumi memang akan banyak diminati masyarakat. Seperti novel yang berkisah hal hal yang berkaitan dengan kebiasaan dan kehidupan pada umumnya.
ReplyDeleteMemberikan pelajaran tapi dengan cara yang tidak menggurui. Masyakarat kita saat ini suka dengan kisah seperti itu.
sebagai motivasi agar terus bekerja keras ya
DeleteKeren nih film.. jadi pengen nonton :)
ReplyDeletenonton yuk
DeleteMenggoreng krupuk, kemudian membungkusnya dengan plastik, lalu merekatkan plastik tersebut dengan api. Haha, tos. Saya juga melakukannya saat ibu masih memasak untuk makan siang teman-tman kantor. Saya selalu suka film yang berdasar kisah nyata karena membuat kita termotivasi untuk selalu bangkit.
ReplyDeleteMembaca ulasan film ini saya juga tersentil ingat jaman kecil dulu. Terutama saat menggoreng dan membungkusi kerupuk
ReplyDelete