Saat anak dan suami sudah terlelap, itulah saat yang tepat bagi saya berkontemplasi. Pertama diawali dengan bersyukur atas kesempatan hidup yang diberikan Tuhan, untuk dapat berkumpul bersama keluarga. Selanjutnya mengevaluasi segala pencapaian, juga menyusun kembali asa yang mungkin memudar.
Di waktu yang sama, saya juga sering menatap wajah kedua orang yang saya kasihi itu. Sembari membayangkan betapa sepinya jika mereka tidak ada. Betapa beruntungnya saya memiliki mereka.
Kidung yang tersurat ini adalah ungkapan dari rasa yang tersimpan rapi dalam kenangan. Semoga dia akan memahami, bahwa cinta kedua orang tuanya mungkin tidak terucap. Biar malaikat yang menjadi saksi, tiap doa yang terpanjat. Untukmu, Nak..
Bukan Lara
Oleh : Sara Neyrhiza
Malam menjadi kawan kala aku terjaga
Detak jantung jadi saksi kau ada
Saling menemani tetesan peluh air mata
Merasakan kita yang berbagi nyawa
Jangan bergeming, meski dunia terasa bising
Selama Dia mengizinkan daun terlepas dari ranting
Kau tak akan pernah asing
Dunia ini belum jadi puing-puing
Sudahkah kau rasakan?
Kau tak sekedar imbalan bagi raga yang dipersatukan
Cintaku semurni intan
Lenganku menopangmu dalam terik dan rintik hujan
Apakah sudah waktunya?
Sakitku menyambutmu Dinda
Terlalu lama sudah kumerindu
Sudah saatnya kau di dekapku
Solo, 24 April 2018
Kidung Penantian, sebuah antologi puisi yang merangkum 111 rasa dari para pujangganya.
Diterbitkan di tahun 2018 oleh Penerbit Mandala.
Baca Juga : Senja Terakhir, Ketika Perempuan Bicara Cinta
#7DaysWritingChallange
#RumlitIIPSoloRaya
#IbuProfesional
Asik nih yg sudah terbit dalam bentuk antologi. Saya dulu suka berpuisi, tapi sekarang sudah gak pernah lagi
ReplyDelete