Minggu lalu, saya berdiskusi dengan mahasiswa di kelas mengenai tingkat turn over yang tinggi dikalangan karyawan milenial. Seperti yang kita tahu, bahwa generasi Y atau para milenial kelahiran tahun 80 hingga 90an awal memang saat ini cukup mendominasi lapangan pekerjaan.
Berdasarkan data BPS di tahun 2016, dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 160 juta, hampir 40% di antaranya tergolong millennials yakni sebesar 62,5 juta.
Berdasarkan data BPS di tahun 2016, dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 160 juta, hampir 40% di antaranya tergolong millennials yakni sebesar 62,5 juta.
Generasi ini dikenal sebagai generasi yang cakap dalam menggunakan teknologi. Mereka juga memiliki kreativitas yang tinggi, dan cepat belajar.
Meski demikian, generasi milenial dianggap gemar berpindah tempat kerja. Salah satu hal yang perlu dikritisi dari para milenial ini adalah semangat juang mereka yang cukup rendah. Cenderung mudah menyerah. Jika ada ketidak nyamanan terjadi di tempat kerja, mereka akan lebih memilih untuk out daripada menghadapinya.
Tentu saja hal ini akan mempengaruhi pilihan-pilihan profesi yang disenangi para milenial. Pekerjaan yang banyak memiliki tantangan seperti petani misalnya, akan sangat jarang dilirik oleh mereka.
Buat Apa Jadi Petani?
Pertanyaan ini juga terbersit dibenak saya. Apa enaknya kembali ke desa dan mengolah lahan? Sementara segala kemudahan dan kenyamanan hidup bisa ditemukan dengan hidup diperkotaan.
Saya dan kebanyakan masyarakat lupa, bahwa pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Pertanian juga memiliki peran nyata dalam menyumbang devisa negara melalui ekspor.
Namun ternyata minat para pemuda untuk menjadi petani sangatlah rendah. Sosiolog pedesaan asal Belanda Prof. Ben White, Ph.D, Guru Besar emeritus dari Institutes of Social Studies, Denhaag, telah melakukan penelitian dari tahun 70an yang menyebutkan bahwa masa depan pertanian semakin terancam dengan berkurangnya minat pemuda untuk menjadi petani. Apalagi dalam pendidikan di sekolah para remaja tidak diajarkan untuk jadi petani, (sumber: ugm.ac.id).
Ini pula kenyataan yang ada di sekitar kita. Semakin sedikit pemuda yang ingin bekerja di desa sebagai petani.
Mungkin saatnya kita bisa belajar dari Agung Kharisma, seorang Sarjana Pendidikan Pertanian berusia 27 tahun. Jika kebanyakan pemuda merantau ke kota, dia justru mengabdi di desa untuk mengedukasi para petani. Agung mengajak masyarakat desa untuk kembali bertani, memberdayakan lahan yang ada, dan mengelola para petani menjadi satu kelompok tani yang solid dan produktif.
Pemuda ini berhasil meyakinkan para penduduk lokal tentang kekayaan dan potensi yang ada di kampungnya sendiri. Agung juga mengubah mindset petani setempat bahwa di kampung sendiri mereka bisa berdaya dan mandiri secara ekonomi.
Hebatnya lagi, Agung tidak hanya membimbing soal teknik mengolah lahan. Ia pun sedikit demi sedikit menanamkan nilai-nilai kerja keras, mengubah kebiasaan para petani, memotivasi, bahkan mendampingi para petani agar tetap terjaga kerjanya dengan bingkai keislaman yang kuat seperti shalat dan mengaji.
Baca Juga : Taman Gesang, Riwayatmu Kini
Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa
Agung merupakan mitra dari Dompet Dhuafa. Dompet Dhuafa melalui program Indonesia Berdaya (IB) berusaha membangun masyarakat produktif di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Jawa Barat. Program yang sudah berjalan sekitar tiga tahun ini merupakan upaya Dompet Dhuafa untuk memberdayakan masyarakat di sektor perekonomian.
Indonesia Berdaya mengembangkan program dengan membeli lahan 10 hektare di kawasan Cirangkong, Subang, yang dijadikan Kluster Pertanian dan akan digarap oleh masyarakat setempat.
Tentu saja ini menjadi bukti nyata peran Dompet Dhuafa dalam memberdayakan dan mengangkat potensi lokal daerah. Pembelian lahan ini paling tidak memiliki dua dampak positif. Pertama adalah menyelamatkan lahan produktif dari tangan asing dan yang kedua adalah memberdayakan masyarakat sekitar melalui pemanfaatan lahan tersebut.
Hasil dari program Indonesia Berdaya ini sangat baik. buah-buahan hasil Kluster Indonesia Berdaya sudah dapat dipasarkan hingga ke berbagai kota. Hasil penjualannya menjadi sumber pendapatan bagi para petani lokal hingga mereka bisa berdaya di kampungnya sendiri.
Saatnya Pemuda Berdaya
Saat ini kita tidak lagi perlu mengangkat senjata untuk berjuang. Namun, pemuda Indonesia dapat berjuang menjaga kemerdekaan dengan membangun bangsa ini menjadi lebih baik.
Jika selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi, maka sekarang saatnya kita berdaya untuk membangun masyarakat dan lingkungan sekitar. Kita dapat lebih kritis melihat berbagai permasalahan sosial. Berbekal ilmu pengetahuan pemuda hadir dengan membawa solusi.
Siapa lagi yang berdaya, jika bukan kita. Generasi milenial atau setelahnya pasti akan mendapat dukungan teknologi yang lebih mutakhir. Maka, tidak ada alasan untuk tidak bergerak maju. Bersama berdaya membangun Indonesia, dimulai dari sekitar kita.
Selamat Hari Sumpah Pemuda. Yang Muda Yang Berdaya.
Referensi :
http://www.dompetdhuafa.org/post/detail/385/buka-lahan-untuk-berdayakan-masyarakat-dan-potensi-lokal
http://marketeers.com/karyawan-milenial-yang-loyal/
Sip, selalu suka dengan program pemberdayaan dari Dompet Dhuafa, apalagi momentumnya pas banget di hari Sumpah Pemuda untuk para pemuda
ReplyDeleteprogram Dompet Dhuafa keren2 ya
DeleteHebat nih profil Mas Agung. Sejak jadi petani adalah hal yang ditakuti karena terkesan dhuafa, mas Agung memperjuangkan agar para petani kembali berdaya.
ReplyDeleteEntah kapan Indonesia swasembada pangan lagi ya.
jadi PR yang besar ya mbak..
DeleteIya nggak ada alasan lagi lho buat anak muda zaman sekarang dengan kemudahan kemudahan yang ditawarkan ya
ReplyDeleteharus lebih peka dengan bebagai permasalahan sosial
DeleteJadi petani sesungguhnya pekerjaan yang terhormat. Semua orang di dunia buruh makan. Gimana kalau ga ada yang bisa nanam padi apa kita mau diam saja?
ReplyDeletetetapi karena kesejahteraannya yang dianggap kurang terjamin, semakin sedikit yang mau jadi petani
DeleteSelamat hari Sumpah Pemuda! Semoga pemuda-pemuda Indonesia semakin berkarya. Untuk negeri kita yang lebih baik lagi.
ReplyDeletesemoga semangat sumpah pemuda ada di dalam diri kita
DeleteKeren banget programnya.. Semoga bisa mendatangkan banyak kebaikan bagi sesama :)
ReplyDeleteamin mbak
DeleteSetuju banget. Pemuda harus berdaya dan bisa memberikan pencerahan dan ilmu untuk orang lain. Berharap gerakan kembali ke desa bisa terus diterapkan
ReplyDeletememanfaatkan keilmuan yang dimiliki untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik
DeleteDompet Dhuafa Keren ya mba, programnya beragam dan selalu menguntungkan masyarakat. Maju terus Dompet Dhuafa!
ReplyDeletesemoga mampu menghadirkan program pemberdayaan masyarakat lainnya ya
DeleteSetuju nih sama tag line nya, saatnya pemuda berdaya. Semoga ada banyak Program seperti yang dikeluarkan oleh dompet dhuafa ya, karena kita butuh lebih banyak pemuda yang berdaya dan bisa memberdayakan banyak orang.
ReplyDeletejadi inget apa yang dikatakan soekarno ya..berikan aku 10 pemuda maka akan aku guncang dunia
DeleteSetujuuu... saatnya kita berdaya, pemuda Indonesia harus berjuang menjaga kemerdekaan dengan membangun bangsa ini menjadi lebih baik.
ReplyDeleteAnak millenial harus bisa lebih kreatif dari generasi sebelumnya, fasilitas dengan segaa kemudahan sudah didepan mata.. tunggu apa lagi wahai pemuda.. ayo berkreasi!
ReplyDeleteKece deh program dari Dompet Dhuafa bisa memberdayakan para petani di Indonesia. Semoga generasi muda bisa kembali ke desa dan mulai mengembangkan desa dengan bertani.
ReplyDeleteSalut sama Mas Agung! Di saat pemuda lainnya ke kota dia justru mengabdi di desa. Semoga bisa menginspirasi para pemuda lain untuk melakukan "sesuatu" dengan caranya masing-masing ya.
ReplyDeleteaku pernah dengar cerita mengenai Agung Kharisma, dan memang ini yang dinamakan bijak dalam mendapat ilmu dan ia sebarkan kembali. salut! semoga makin maju generasi muda di Indonesia dengan berbagai macam kemampuannya masing-masing untuk membangun negara.
ReplyDelete