Dikisahkan seorang permaisuri bernama Kanjeng Ratu Kencana atau biasa dipanggil Ratu Beruk, Permaisuri Sunan Paku Buwana III dari Surakarta Hadiningrat. Hati Sang Ratu sedang sedih, lantaran ia dikembalikan ke Kepuntren (suatu kompleks bangunan yang diperuntukkan bagi permaisuri, para selir, dan para putri Sultan yang masih lajang) karena tidak mampu memberikan keturunan laki-laki bagi raja.
Di dalam kesedihan dan kesendiriannya, Ratu mencoba untuk bermeditasi. Setelah bermeditasi dan puasa, ia mencoba menuangkan hasil cipta, rasa dan karsanya dalam lembaran kain dengan menggambar pola-pola.
Sang Ratu Beruk sangat tekun dan teliti dalam membatik. Hal ini membuat Raja menjadi tertarik melihat proses membatik yang Ratu lakukan. Setiap hari Raja kembali mengunjungi Ratu untuk melihat perkembangan pembatikan tersebut. Seiring berjalannya waktu, rasa cinta di hati Raja tumbuh dan berkembang kembali. Ratupun kembali diboyong ke istana, untuk menemani di sisi Raja.
Batik Truntum, itulah nama motif batik yang dihasilkan oleh Ratu Beruk. Truntum (tumaruntum) artinya bersemi kembali, berkumpul kembali untuk selamanya. Sebagai refleksi kembalinya cinta Sang Raja kepada Ratunya, sekaligus perwujudan rasa cinta Ratu kepada Raja yang begitu mendalam dalam ketulusannya.
Jika kita perhatikan, motif Batik Truntum ini seperti hamparan bintang berwarna cokelat di tengah gelap langit malam yang dikombinasi dengan lambang garuda atau gurdho. Motif ini seolah bercerita, rasa sedih Sang Ratu dalam kesendirian, namun tetap hadir harapan di dalam dirinya.
Kain Batik Truntum ini biasa dikenakan oleh orangtua kedua mempelai pada saat upacara panggih (bertemunya mempelai laki-laki dan perempuan) pada pernikahan. Tujuannya untuk “menuntun” kedua mempelai dalam memasuki kehidupan baru. Sekaligus menjadi simbol bertemunya dua orang yang saling mencintai dan agar cinta kasih para mempelai terus berkembang dan terjaga dalam kebahagiaan.
Museum Batik Danar Hadi Solo
Sejarah mengenai Batik Truntum ini menjadi awal dalam perjalanan saya di Museum Danar Hadi Solo. Selama kurang lebih dua jam, saya mengunjungi museum yang memamerkan lebih dari 1000 kain batik ditemani Bu Asti Suryo, Asisten Manager Museum Batik Danar Hadi.
Museum Batik Danar Hadi Solo terletak di jalan Brigjen Slamet Riyadi 261 Surakarta, tepatnya di dalam kompleks Dalem Wuryaningratan. Kompleks ini dulunya merupakan kediaman keluarga K. R. M. H. Wuryaningrat. Beliau adalah menantu sekaligus pepatih dalem dari raja Kasunanan Surakarta Pakoe Boewono ke X. Dalem Wuryaningratan memiliki arsitektur Jawa kuno yang dibangun abad ke XIX (kira-kira tahun 1890) oleh seorang arsitek Belanda. Meski bernuansa Eropa, tata ruang tetap mengikuti konsep rumah adat Jawa yang berhalamannya luas. Di tempat inilah Bapak H. Santosa Doellah, Direktur Utama PT Batik Danar Hadi, mendirikan museum batik.
Museum ini dibuka resmi oleh Megawati Soekarnoputri pada 20 Oktober 2000 semasa beliau menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Hadirnya museum ini membawa tiga misi, yakni :
1. Melestarikan dan mengembangkan seni batik
2. Menjadi sarana pendidikan dan pengetahuan khususnya di bidang seni batik
3. Menjadi destinasi wisata di Kota Solo
Meski Kauman dan Laweyan sering menjadi destinasi wisata di Kota Solo, tetapi Museum Batik Danar Hadi ini terasa kurang gaungnya. Entah karena banyak orang tidak tahu, atau bingung bagaimana cara mengaksesnya. Karena kebanyakan masyarakat hanya mengetahui bahwa Dalem Wuryaningratan ini terdiri dari toko batik yang menjual hasil produksi Danar Hadi dan juga Soga Restauran. Padahal jika memasuki Museum Batik Danar Hadi ini kita akan melihat begitu banyak koleksi batik dengan berbagai filosi dan sejarah. Hingga mendapat penghargaann MURI sebagai museum batik dengan koleksi terbanyak.
Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan
Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan adalah tema Museum Batik Danar Hadi. Menurut penjelasan Bu Asti, sehelai wastra (kain) batik pada warna dan polanya akan dipengaruhi oleh zaman atau lingkungannya. Hal ini juga menjadi acuan dalam tata ruang museum dan setting display koleksi batik. Karena Indonesia berawal dari kerajaan, maka yang dipajang di ruang pertama museum adalah Batik Kraton.
Banyak jenis batik yang dipamerkan, yakni Batik Kraton, Batik Belanda, Batik Cina, Batik Djawa Hokokai, Batik Pengaruh India, Batik Sogan Genes, Batik Pengaruh Kraton Batik Sudagaran dan Batik Petani, Batik Indonesia dan Batik Adhi Karya.
Sambil mengamati koleksi batik di museum ini, saya belajar banyak budaya dan tradisi. Motif Batik Kawung misalnya, yang berbentuk seperti buah Kawung atau kolang-kaling. Ternyata motif Batik Kawung memiliki perbedaan penggunanya pada tradisi Solo dan Jogja. Jika di Solo Batik Kawung dipakai untuk abdi dalem (pelayan istana). Sedangkan di Jogja, Batik Kawung dipakai oleh bangsawan. Itu mengapa, para pramuniaga di toko batik Danar Hadi harus paham betul mengenai sejarah dan filosofi batik ketika melayani pembeli. Termasuk siapa yang akan memakai, dari mana asalnya dan apa tujuan penggunaan batik.
Batik Kawung |
Disaat yang sama, saya juga merasa kagum dengan beberapa koleksi batik yang dipengaruhi budaya bangsa lain. Batik Belanda misalnya. Batik Belanda ini bukan berasal dari Belanda, tetapi dipengaruhi oleh budaya Belanda atau Eropa. Karena batik-batik ini dibuat sekitar tahun 1840 – 1910 saat Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda, sehingga akan dijumpai pola dengan tema cerita Snow White, Hanzel and Gretel, Little Red Riding Hood, juga gambar-gambar tentara Belanda.
Merawat Koleksi Batik dengan Baik
Koleksi Museum Batik Danar Hadi ini begitu berharga. Banyak diantaranya yang diperoleh dari proses lelang diluar negeri sehingga bernilai belasan bahkan puluhan juta rupiah.
Itu mengapa proses perawatan koleksi batik ini dilakukan secara serius. Bagi pengunjung yang datang ke museum ini memang tidak diperbolehkan membawa kamera. Untuk tamu khusus diperbolehkan membawa kamera, boleh mengambil gambar tetapi tidak boleh menggunakan flash. Mengapa demikian? Karena banyak koleksi batik yang berasal dari pewarnaan alam yang memungkinkan mengalami kerusakan jika terpapar blitz secara terus menerus dan berulang.
Bu Asti juga menjelaskan, bahwa ada standar operasional prosedur yang dilakukan dalam memajang koleksi batik ini, seperti :
1. Merekatkan kain dengan selotip dan bukan peniti. Karena peniti yang berkarat akan merusak kain.
2. Mengguanakn ratus kain
3. Tidak menggunakan kapur barus
4. Menggunakan merica putih yang dimasukkan ke kasa perban untuk menghindarkan koleksi batik dari hewan-hewan perusak kain
5. Menutup beberapa koleksi terbaik dengan kain saat museum sedang tutup
6. Membolak-balik permukaan kain secara berkala, agar permukaan kain yang terkena cahaya lampu bisa merata.
7. Membersihkan kain dari debu
Dan untuk pencucian koleksi batik dicuci dengan lerak, tanpa menggunakan detergen, dan tidak dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.
Nah, itu tadi sedikit cerita perjalanan saya mengunjungi Museum Batik Danar Hadi. Museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 09.00-16.30 WIB.
Oiya, pasti kamu sudah tahu bukan bahwa Batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO dan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Jadi penting bagi saya dan kamu untuk terus melestarikan batik dan bangga dalam menggunakannya.
Selamat Hari Batik. 2 Oktober 2018.
Museum Batik Danar Hadi
Jalan Slamet Riyadi 261 Solo
Buka Setiap Hari, 1 Januari dan Idul Fitri hari pertama
09.00- 16.30 WIB
Umum Rp 35.000,-
Berbicara mengenai museum tersebut, saya juga baru dengar mba kalau ada do Solo. Kalau di kota kelahiranku di Pekalongan ada juga museum batik. Tapi ya gitu, pengunjungnya bisa dihitung. Entah apa alasannya tapi terakhir aku kesana ya masih sepi juga. Kadang miris juga :(
ReplyDeleteWah kalau saya dan ibu saya sudah lihat-lihat batik bakal lama pulangnya. Mencari warna dan corak batik itu seru banget 😁
ReplyDeleteDaku tambah mupeng lihat videonya kakak.. 😁. Koleksi batiknya cantik dan eksotik, dan belum pernah daku lihat sebelumnya.
ReplyDeletePernah nulis ini juga. Tapinya tanpa dateng ke sana. Sejak nulis itu, saya tertarik banget ke sana. Semoga nanti bisa kesampaian deh main ke Museum Batik Danarhadi. :)
ReplyDeleteSelamat hati batik mba.
ReplyDeleteSenang saya bisa mampir ke tulisan mba ini. Seru. Saya jadi tau kalau ada juga motif Batik Belanda yang unik begitu.
Pengen banget kesini, ke museum ini. Semoga kesampaian deh kalo ke Solo. Pengen lihat batik dan motif batiknya langsung
ReplyDeletewuaa datang ke museum ini jadi dapat banyak ilmu ttg batik ya mba, apalagi kalau baca ini pas hari batik jadinya langsung ngeh tentang kayanya batik di Indonesia
ReplyDeleteBagusss ya dalamnya! Aku sering lewat sini tapi belum sempat masuk. Udah keburu melahirkan hahaha nanti ga khusyuk lagi melihat-lihat batik.
ReplyDeleteTerkait hari batik, kapan hari aku baca kalau hari batik internasional itu ternyata peringatan tentang proses dari batik. Kayak yang Mbak Sara tulis ini. Dan saya jadi terpukau sama cerita Ratu Beruk. Orang zaman dulu kalau mau menciptakan sesuatu sampe tirakat sebegitunya ya.
ReplyDeleteKisah batik Tuntrum inspiratif banget ya, nggak nyangka ada kisah cinta bersemi kembali antara Raja dan Ratu dibalik pembuatan motif batik
ReplyDeleteKalau udah ngomongin batik pasti bakal merinding. Karya bangsa yang luar biasa dan penuh makna. Terkadang artinya sungguh luar biasa. Seharusnya kita sebagai anak bangsa harus bangga dan ikut melestarikan
ReplyDeleteItu motif2 batiknya aku kenal semua, kemduian aku tepok jidat oh iya ya kan motifnya Jawa haha pantes gak asing :D
ReplyDeleteAku jd pengen beli batik nih mbak, lama gak beli baju batik :D
Kalau kemarin memang cerita yang paling menarik soal bati Tuntrum ya mbak.. Nggak nyangka juga ternyata ada kisah dan filosofi semacam itu di balik penciptaannya..
ReplyDeleteDan anehnya aku nggak foto motif tuntrumnya.. haha
Keren ini museumnya.. wajib dikunjungi nih kalo lagi ke Solo.. Bisa nambah pengetahuan ttg batik.
ReplyDelete