Jujur, frekuensi keluar rumah antara saya dan suami itu justru lebih banyak di saya. Karena kami berdua sepakat tidak ingin menghire ART, jadi setiap kerepotan ditanggung berdua. Termasuk soal mengasuh anak ketika saya, sebagai ibunya, harus keluar rumah untuk bekerja.
Untungnya suami memang wiraswasta, sehingga waktu bekerja sedikit lebih fleksibel dibandingkan saya.
Bersyukur banget, sekarang anak perempuan saya bisa dekat dengan papanya. Jadi nggak ngerepotin titip ke neneknya lagi. Suami juga sudah "pinter", urusan ngajak main, mandiin sampai menemani tidur. Makan juga bisa nyuapin dikit-dikit.
Duh, seneng deh urusan ngasuh bisa dihandle berdua.
Memang sih, itu hasil diskusi dan kesepakatan kami berdua. Jadi nggak ada tuh istilah suami cari duit doang, dan saya cuma sibuk di dapur dan ngurusi rumah. Pembagian pekerjaan rumah tangga juga perlu. Misalnya nih, suami saya punya tugas merapakan kamar tidur dan cuci piring. Lainnya seperti nyapu, ngepel, cuci baju, dan sebagainya menjadi tugas saya.
Enak kan kalau semua kerepotan dipikul bersama.
Baca Juga : Waspadai Pengaruh Buruk Social Media
Ayah, Ikut Mengasuh Anak Juga Yuk!
Ternyata mendiskusikan perilah pembagian peran di rumah tangga itu bukan hal yang tabu. Meski budaya patriarki di Indonesia sangat kuat, dimana laki-laki lebih mendominasi, namun sekarang eranya sudah berubah. Para suami harus lebih sadar, bahwa membangun keluarga itu butuh campur tangan bersama.
Hingga tahun 1960-an, para ahli jarang mendorong para ayah untuk secara aktif berpartisipasi dalam pengasuhan anak, seperti berpartisipasi selama persalinan, atau merawat bayi. Tetapi beberapa dekade terakhir penelitian menunjukkan bahwa semakin dini seorang ayah terlibat maka semakin baik. Pada tahun 1997 para peneliti berpendapat bahwa ayah yang secara aktif terlibat dalam persalinan, secara efektif membangun hubungan (meskipun hubungan satu arah) dengan anak-anak mereka sedini mungkin, sehingga hubungan ayah dan anak menjadi lebih dekat dan hangat..
Bertepatan dengan Hari Ayah Nasional 12 November 2018 kemarin, bertempat di Le Meridien Hotel, Jakarta, saya berkesempatan mengikuti acara Ngobrol Santai "Ayah Percaya Kamu Bisa". Acara ini menghadirkan Donny de Keizer (speakerpreneur), Retno Wahyu Nurhayati (peneliti) dan Jane L. Pietra (psikolog). Juga turut hadir juga Rita Erna, TNI (KOWAD) dan Tyas Marisca, Pilot Air Asia. Acara ini diadakan oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) dan Yayasan Pulih.
Dalam obrolan santai selama kurang lebih 90 menit ini, banyak hal menarik seputar pengasuhan anak yang saya pelajari. Ternyata, memiliki anak yang dekat dengan ayahnya itu punya banyak keuntungan, salah satunya dalam membentuk karakter anak..
Manfaat keterlibatan ayah dalam mengasuh anak, antara lain :
1. Emosi anak lebih stabil
2. Terhindar dari perilaku bullying, baik pelaku maupun korban
3. Mudah beradaptasi dan lebih percaya diri
4. Lebih menghargai diri sendiri
5. Lebih tahu cara memperlakukan lawan jenis. Anak memiliki role model sosok laki-laki yakni ayahnya sendiri.
Kehadiran ayah pada momen penting seperti ulang tahun, atau kelulusan sekolah memberikan dampak yang sangat berarti bagi hubungan anak dan ayah. Memang, banyak kondisi yang mungkin memaksa ayah tidak selalu ada di rumah. Bisa karena pekerjaan yang mengharuskan ayah terpisah jauh dari keluarga.
Tapi seharusnya hal itu tidak jadi alasan.
Mengingat kecanggihan teknologi mampu mendekatkan yang jauh. Sehingga kualitas hubungan bisa tetap terjaga meskipun tidak melalui komunikasi tatap muka untuk berinteraksi dan memantau perkembangan anak-anakanya.
Pada intinya kualitas jauh lebih penting dari kuantitas. Itu jauh lebih baik, daripada ayah di rumah 24 jam tetapi sibuk bermain handphone tanpa menghiraukan anak mereka. Atau ayah yang menghabiskan banyak waktu dengan anak-anaknya tetapi memiliki kebiasaan buruk seperti meremehkan , menghina dan berkata kasar.
Penelitian yang dilakukan di Imperial College London, mencatat para ayah yang berinteraksi positif dengan anak-anak mereka dengan bermain bersama mereka dan memberi mereka umpan balik positif, dapat membantu meningkatkan perkembangan kognitif anak mereka sehingga anak menjadi lebih cerdas. (Sumber: Sethna V, Perry E, Domoney J, et al. Father - Chils Interactions at 3 Months and 24 Months : Contributions to Children's Cognitive Developmnet at 24 Months. Infant Mental Health Journal. 2017)
Baca Juga : Manusia Itu Ekuilibrium
Pentingkah ayah dekat dengan anak perempuannya?
Sekali lagi kalau boleh jujur, saya memang tidak memiliki kedekatan yang cukup baik dengan almarhum abah saya. Meski kami tinggal bersama namun sangat jarang berkomunikasi maupun berdiskusi. Kami tidak pernah membicarakan hal intim atau membahas visi yang besar.
Saya kemudian mencari sosok "ayah" pada eyang kakung, dan menjadikan beliau role model sosok laki-laki yang baik di mata saya.
Ketika menginjak remaja, saya mendapatkan kedekatan emosional dengan pacar saya (sekarang suami). Dengan beliaulah saya bisa membicarakan banyak hal termasuk urusan cita-cita. Meski begitu, memang tidak mudah bagi saya untuk bisa terbuka secara emosional dengan lawan jenis. Seperti ada tembok batas yang tinggi untuk bisa berinteraksi dengan mereka karena rasa waspada yang berlebih.
Ada sebuah buku berjudul Women and Their Fathers: The Sexual and Romantic Impact of the First Man in Your Life, 1992. Sang penulis, Victoria Secunda menyimpulkan bahwa laki-laki dan wanita yang tidak dekat dengan figur ayahnya (remote and aloof father.) akan memiliki kecenderungan untuk bersikap waspada dan sulit mendapatkan keintiman dengan lawan jenis. Hal ini karena mereka merasa selama ini tumbuh dengan sosok ayah yang susah untuk dipahami. Sehingga sulit bagi mereka untuk memahami orang lain.
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa, sampai anak-anak mencapai pubertas, "father effect" kurang lebih sama untuk anak laki-laki dan perempuan. Namun, setelah fase pubertas ini terjadi, kedekatan dengan ayah berpengaruh terhadap perilaku seksual juga. Dan itu paling dirasakan oleh remaja putri, yang mengambil risiko seksual lebih sedikit jika mereka memiliki hubungan yang kuat dengan ayah mereka. Para anak perempuan cenderung menghindari perilaku seks bebas atau perilaku seks berisiko (tanpa kondom, misalnya). (DelPriore, D. J., Schlomer, G. L., & Ellis, B. J. (2017). Impact of fathers on parental monitoring of daughters and their affiliation with sexually promiscuous peers: A genetically and environmentally controlled sibling study. Developmental Psychology, 53(7), 1330-1343.). Baca penelitian ini selengkapnya di sini.
Akhirnya, tidak ada yang salah jika seorang ayah berusaha untuk membangun hubungan lebih dekat dengan anak mereka. Karena bahasa cinta tidak melulu soal uang atau financial, tetapi juga kehadiran, sentuhan fisik dan perhatian.
Selamat hari ayah para ayah di Indonesia. Cintamu, untuk masa depan anak-anakmu.
Pernah baca, katanya emang ngefek juga sih ya kedekatan ayah terutama dengan anak perempuannya. Anak yang cenderung tomboy, katanya sih, karena efek kurang dekatnya dengan figur ayah. *CMIIW
ReplyDeleteBetul sosok ayah itu panutan banget deh buat anak anaknya. Tanyangan tersendiri buat ayah zaman now adalah waktu dan kualitas pertemuan dalam keluarga.
ReplyDeleteKedekatan anak dengan ayah atau ibunya memang harus dibangun sejak dini ya.
ReplyDeleteOrang tualah yang mesti mengkondisikan
Kedua putriku dekat banget sama bapa nya biar udah remaja mereka ga malu-malu untuk memeluk dan mencium bapaknya.
ReplyDeleteSaya jg dulu dekat sama ayah, memang perlu ya anak dkt sama ayah itu, sayangnya msh banyak yg berfikir ngurus anak mah tugas ibu saja..heu
ReplyDeleteBener banget bahkan katanya ank lk yg kbh Deket k ayahnya tambah makin cerdas mba, kyk BJ Habibie misaknya
ReplyDeleteKedekatan seorang anak memang tidak hanya kepada ibunya saja, kepada ayahnya pun juga. Karena dengan keduanya hadir menciptakan dampak positif untuk tumbuh kembangnya
ReplyDeleteMenurut beberapa literasi yang aku baca, memang setiap orangtua itu memiliki perannya masing-masing, jadi jika anggapan Ibu adalah yang menentukan keberhasian seseorang ngga juga ya.. ayah juga memiki faktor yang tidak kalah penting untuk tumbuh kembang anak. Jadi kolabrasi orangtua ayah dan Ibu sangat penting. Ish ko jadi curhat sih hehe.. selamat hari Ayah untuk seluruh Ayah di Indonesia..
ReplyDeleteApalagi anak perempuan, biasanya lebih dekat dengan bapake ya mba, semoga suami saya di masa depan bisa menemani + bimbing anaknya amin
ReplyDeleteBelum, karna kesibukan suami yg bekerja hingga larut malam dan hari santunnya masih meneruskan kuliah, jadi untuk 3 tahun ini anak-anak kurang dekat dengan ayahnya
ReplyDeleteAhamdulillah anak2ku dekat semua sama ayahnya. SOalnya ayahnya jg terlibat dan suka ngurusin mereka sejka mereka bayi. Betul, anak2 butuh sosok ayah ya mbak. Panutan mereka :D
ReplyDeleteAlhamdulillah...anak saya lebih dekat dengan ayahnya....hahaha... soalnya mungkin karena saya dan anak sering bertemu setiap hari dan dengan ayahnya hanya saat pulang kerja, disanalah anak saya ngalem ke ayahnya. Munta digendong lah, disuapin lah...pokoknya pengen dimanja ayah...hahaha
ReplyDeleteKonon katanya kalau anak dekat dengan ayahnya, emosinya lebih bisa dikendalikan dengan baik juga. Thanks ya infonya.
ReplyDeleteSaya tuh suka terharu kalo liat seorang lelaki /ayah yg bisa dekat dgn anak2nya
ReplyDeletedisadari atau tdk kasih sayang darinyalah yg memberi peran di satu sisi kehidupan anaknya
Aku juga dekat dengan ayah dan tuh memang sangat baik bagi pertumbuhan khususnya bagi anak perempuan memang kedekatan ayah dan anak itu juga tidak bisa dipisahkan Sama halnya dengan ibukan!
ReplyDeleteSama mba, saya dan suami juga sepakat mengurus berdua tanpa ART. Repot sih memang, tapi dampaknya anak dekat dengan kedua orang tuanya. Bukan hanya saya sebagai ibunya. Jadi kalau mau me time juga nggak ada anak drama nangis karena saya tinggal asal ada ayahnya. Kecuali lagi sakit aja sih dia cuma mau sama emaknya ini :D
ReplyDelete