Kalau cuma muterin lagu, spotify juga bisa.
Sekarang radio punya saingan yang maha berat. Bukan lagi televisi yang mulai juga ditinggalkan. Tetapi internet dengan variasi konten yang luar biasa banyak. Kita dimanjakan dengan konten audio visual yang membuat ketagihan. Tidak lagi supplay by demand, tanpa diminta pun mereka memberi kita cuma-cuma. Asal modal kuota.
Lalu bagaimana nasibnya media auditif seperti radio?
Ketakutan akan ditinggalkan penikmatnya, jelas menghantui para pelaku industri radio. Bayang-bayang berbagai media cetak yang tutup usia sepeti Bola, Gogirl dan Hai bagai mimpi buruk.
Melihat data Nielsen tahun 2016, jumlah pendengar radio di Indonesia ada 20 juta orang. Kebanyakan dari mereka mendengarkan radio saat dimobil. Ketika di rumah, kita lebih asyik bersama handphone dan disibukkan dengan aktivitas chatting atau youtube-an. Bentuk pesawat radio juga makin jarang dimiliki.
Lantas, masihkah radio dicintai?
#RadioGueMati
Tahun lalu tepatnya tanggal 11 Desember 2017, beberapa stasiun radio di Jakarta sengaja mematikan siaran mereka selama 15 menit, mulai pukul 07.45-08.00 WIB secara serempak. Dalam kondisi dead air tersebut, ternyata para netizen twitter riuh karena kaget dan penasaran mengapa radio mereka mati mendadak. Ada rasa sepi yang menghinggapi, lantaran perjalanan mereka tak lagi ditemani alunan musik dari radio.
Jika memang radio masih dicintai, apa kemudian masih banyak anak muda yang ingin jadi penyiar radio?
Buat saya pribadi, radio adalah jiwa. Ingin rasanya saya kembali bersua di udara dengan pendengar. Tiga bulan sudah saya memutuskan untuk resign dari radio terakhir tempat saya bersiaran. Dan sekarang terasa rindu untuk kembali ke kabin siar.
Menjadi penyiar radio masa kini, bisa siaran saja tidak cukup. Jika dulu mengoperasikan komputer, mixer dan berbicara dalam satu waktu dianggap kemampuan yang mumpuni seorang penyiar, sekarang tidak lagi.
Penyiar bukan hanya sekedar pemutar musik, mereka harus bisa lebih dari itu. Penyiar harus kreatif dalam produksi konten diluar program acara. Tentunya harus didukung tim produksi radio juga. Maka jika perusahaan radio, masih sibuk membangun "radio"nya saja, tanpa bersinergi dengan media lainnya, ya..siap-siap saja untuk menua ditelan zaman.
Belum lagi nih, radio sekarang memang hobi banget muter lagu doang. Radio A muter lagu si Penyanyi ini, radio B, C, D eh, muter lagu penyanyi ini lagi- penyayi ini lagi. Terus kapan penyiar ngomongnya? Padahal nih, penyiar itu bagian dari karakteristik radio. Brandingnya radio itu juga dari penyiarnya. Kalau penyiarnya jarang ngomong, ya..gimana pendengar bisa kenal dia.
Baca Juga : #SKYTALK Program Konvergensi Media
Konvergensi Media Sebuah Keharusan
Ketika saya berada di Radio Gesma FM, saya memproduseri dan membawakan sebuah program konvergensi media. Ketika menyusun program ini, saya memahami betul bahwa media radio sudah tidak bisa berdiri sendiri. Konten di radio sudah sangat terbatas. Maka, seperti televisi yang menggandeng internet, begitulah seharusnya yang radio lakukan.
Belajar dari Program Inspirasi Pagi, selain disiarkan secara live, program tersebut dapat dinikmati melalui youtube, soundcloud dan di blog milik saya ini. Tujuannya apa? Bagi mereka yang tidak bisa mendengarkan siaran langsungnya di radio, pendengar tetap bisa mengakses media lainya. Kontennya satu, tetapi dimodifikasi dalam berbagai media dan cara.
Ribet? Tentu saja iya, bagi sang pembuat konten.
Namun konvergensi media ini menembus batas-batas geografis, sehingga audience menjadi lebih luas dan dapat diakses di mana saja. Tidak terbatas jangkauan frekuensi radio.
Baca Juga : Program Konvergensi Media. Radio Talkshow Terbaik
Penyiar Era Digital
19 Oktober 2018 saya berkesempatan untuk menjadi pembicara di Seminar " Creativity Without Limit in Broadcast" yang diadakan Rapma FM Universitas Muhammadiyah Suraarta. Peserta yang hadir cukup banyak, sekitar 300 orang.
Ketika saya gulirkan kepada mereka apakah ingin mejadi penyiar radio? Ternyata masih banyak peminatnya diantara mereka.
Saya mengatakan pada peserta yang hadir, bahwa untuk menjawab tantangan era digital pandai berbicara saja tidak cukup bagi penyiar radio. Namun, butuh integritas yang tinggi terhadap profesi. Integritas di sini mulai dari disiplin waktu, ketrampilan siaran, kepahaman terhadap program dan kode etik, serta kemauan untuk belajar dan meningkatkan kreativitas.
Jika saya boleh merangkum, beberapa hal berikut ini yang seharusnya dimiliki oleh penyiar radio di era digital
1. Kemauan untuk belajar
Sudah pasti penyiar radio yang baik harus memiliki wawasan yang luas. Wawasan ini bukan hanya mengikuti tren dan isu terbaru, tetapi juga wawasan dalam hal teknis pemrograman acara.
Mudahnya begini, penyiar itu adalah orang yang membawakan acara di radio. Jika penyiar nggak paham program dan kode etiknya, dia ibarat sopir mobil tapi buta.
Misalnya nih, jangan sampai iklan rokok diputar jam 10 pagi. Nah, ketahuan kan kalau si penyiar tidak paham Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS)
Hal-hal seperti ini yang seharusnya penyiar juga pelajari. Bukan hanya hafalin penyanyi dan judul lagu saja. Penyiar radio tidak boleh lupa, bahwa radio memiliki empat fungsi, yakni memberikan
1. Informasi
2. Edukasi
3. Persuasi
4. Hiburan
Penyiar radio sebagai garda depan industri radio harus mampu menjalankan keempat fungsi radio tersebut dalam siaran yang dilakukan.
2. Menjadi Public Relations yang Baik
Dalam struktur manajemen radio, penyiar memang berada di bottom line management. Namun, dari fungsional penyiarlah yang menjadi ujung tombak. Mengapa? Karena penyiar yang berinteraksi secara langsung dengan audience.
Penyiar harus membangun kedekatan dengan pendengar. Bukan hanya saat bersiaran, namun juga saat pendengar main ke radio atau saat berinteraksi di dunia maya. Apa artinya seorang penyiar jika tanpa pendengar. Itu mengapa penyiar harus juga mampu memposisikan dirinya sebagai public relation yang baik. Membangun relasi bukan hanya dengan tim radio, tetapi dengan audience juga.
3. Membangun Personal Branding
Ini jusa salah satu tips penyiar radio pemula. Jadikan diri berbeda dengan penyiar lainnya agar lebih mudah dikenali. Bangun personal branding di udara. Misalnya dengan membangun ciri unik ketika bersiaran. Bisa dengan nama on air, dengan jargon khusus, atau style siaran yang kreatif dan beda.
Selanjutnya, bangun juga branding di social media. Hari gini siapa sih yang nggak mainan sosmed? Nah, agar citra positif penyiar semakin dikenal, tunjukkan juga dirimu di dunia maya. Buka kesempatan untuk bertemu orang atau klien baru diluar ranah siaran. Siapa tahu lompatan karir akan kamu dapatkan.
Baca Juga : Penyiar Radio yang Baik ala GM Solo Radio
4. Kembangkan Diri di Luar Profesi Penyiar
Sayang rasanya kalau penyiar cuma bisa siaran doang. Padahal banyak bidang (di industr radio) yang bisa dicoba. Dalam divisi penyiaran sendiri ada produser, script writer, music director yang bisa dipelajari.
Atau ingin mengembangkan ketrampilan bersuara dengan menjadi dubber dan voice over talent. Di luar itu bisa juga menjadi MC dan event organizer.
Banyak sekali pekerjaan lain yang bisa dicoba. Side job ini bukan hanya meningkatkan kemapuan diri, tetapi juga menambah pundi-pundi uang.
Jadi please, penyiar jangan siaran saja. Sayang banget jika keilmuan lainnya tidak terjamah. Pastikan untuk memikirkan karir ke depan yang jauh lebih tinggi.
Tulisan ini adalah rangkuman apa yang saya sampaikan di acara Seminar "Creativity Without Limit in Broadcast". Semoga dapat memberikan wawasan untuk berkembangnya skill kepenyiaran di era digital saat ini.
Kalau ngomongin penyiar radio, aku jadi teringat dengan teman dekat yang kepengen jadi penyiar. Dia pernah magang juga di salah satu radio. Itu jadi bukti bahwa peminat penyiar radio masih ada kok sebenarnya.
ReplyDeletemasih banyak ya anak muda yang pengen jadi penyiar
DeleteAku setuju banget kalau dunia penyiaran radio harus banyak berubah menyesuaiakan zaman. Penyiar harus mau mengupgrade kemampuannya. Oh iya, baca ini, jadi inget dulu pernah ngefans banget sama Kakak penyiar radio di kotaku.
ReplyDeletejadi inget jaman dulu juga..sering nyamperin penyiar di radio..kwkw
DeleteNgomongin radio aku jadi ingat waktu masih SMA. Hape selalu kubawa kesana kemari beserta earphonenya untuk mendengarkan radio. Senenngnya pas SMA tuh kalau SMS dibacain dan lagu yang diminta diputer itu ada sensasinya tersendiri. Ya, sekarang aja aku masih tetep dengar radio kalau malam. Semacam nostalgia.
ReplyDeletebener2 masa indah ya itu mbak..aku juga sampe yang begadang demi dengerin penyiar kesayangan
DeleteWaktu sekolah saya pernah jadi penyiar radio meski ala-ala. Dulu masih jaman beli kartu, kirim2 salam dan telepon dari telepon umum. Jauuuh banget keadaannya dengan radio masa kini.
ReplyDeletekartu request ya..wah, masa2 indah itu..kirim salam aja butuh perjuangan
DeleteSaya pernah ngajar di Al azhar pusat jurusan broadcasting. Awal masuk kelas suka iseng tanya "kenapa suka jurusan ini"? jawabannya biar top bu hahaha. Radio itu ngangenin karena selintas ruang dan waktu.
ReplyDeletejadi banyak juga karena ngejar popularitas ya..tapi nggak salah sih mbak, kalao brandingnya bagus, jadi penyiar bisa moncer juga..kaya seleb2 kita macam indra bekti, farhan, dll
DeleteRadio penggemarnya masih banyak, apalagi kalau yang mbawain bisa menghidupkannya, melibatkan pendengar. Rata=rata memang sih, saat ini orang menyetel radio berbarengan dengan aktivitas yang lain, seperti sambil menyetir mobil, melakukan aktivitas di rumah, dan lainnya, seperti saat nulis blog juga, hehehe.
ReplyDeletekarena memang karakteristik radio yang menjadi background..bisa disambi dengan kegiatan lain
DeleteYeya, keren! Setuju banget, dengan tulisannya. Penyiar radio zaman now kudu mutakhir ya. Dan begitu juga dengan profesi lain kayaknya. Untuk bisa bertahan di era seperti ini, harus banyak mengembangkan diri. Seperti yang Mbak Sara lakukan.
ReplyDeleteThanks mbak Nia..memang sekarang serba dinamis, kalau nggak peka perubahan bisa ketinggalan
DeleteKalau lagi belajar materi berita, saya suka tanya ke siswa, sebutkan channel radio ada apa aja? Jawabannya cuma 1 doang yang dikenal 😂, malah ada yang nggak tahu sama sekali 🙈
ReplyDeleteberarti disuruh banyak2in dengerin radio ya mbak..
DeleteAku rajin kok dengerin radio, pas ada acara lomba jadi penyiar radio tempo hari, peminat anak muda banyak juga loh Mba sara..selain suara harus empuk dan infromatif, yang penting juga adalah cerdas serat kreatif yaah
ReplyDeletewah salut mbak Milda masih menjadi pendengar radio
DeleteSaya masih suka dengerin radio hehe, dulu pernah punya cita2 pengen jadi penyiar radio namun ga terlaksana uhuhuhuh
ReplyDeletependengar radio juga rupanya...ternyata masih banyak yang suka ya
DeleteBener banget mba penyiar itu gak cukup hanya siaran saja. Harus banyak yang diketahui dalam dunia digital sekarang ini. Dulu pernah sempat siaran di radio.
ReplyDeletesesama penyiar ini ceritanya..
DeleteKak....keren banget dikau kak. Berbagi ilmu kepada mereka2... hiks... kudu ke Solo ya biar bisa ketemu kakak...hehehe
ReplyDeletebisa ngobrol2 di dunia maya kok mbak..hihihi
Deletesetuju banget. Penyiar radio harus bisa eksis disemua lini digital biar semakin berkelas. Perlu juga membangun personal branding biar bisa merambah ke dunia lain
ReplyDeletebiar mudah dikenali ya..dan punya daya saing yang bagus
DeleteKa Sara sudah resign? jadi sekarang full time mom aja nih ka? aku menikmati banget setiap kalimat tulisannya.. angguk2 seakan besok mau ujian tentang konvergensi media hehe.. thanks for sharing ka Sara
ReplyDeletemasih ngajar di kampus mbak, ngurusi usaha juga..kalau tiap hari memang fulltime mom sih..sepanjang masa sampai akhir hayat yak..hehe
DeleteSetuju mba kalau ga mau tersingkir hrs bs mengikuti arah zaman...sy msh pendengar setia radia. Ceramah shubuh Aa gym di Mq hehe..
ReplyDeletewah..salut mbak Ida..selalu dengerin radio ya
Deleteradio masih menjadi media yang unik dengan kehadiran penyiarnya .. di mana pengalaman theater of mind dari masing-masing pendengar bisa beragam..
ReplyDeletesemoga penyiar juga makin kreatif ya, membangun cerita dalam suara mereka
DeleteJujur saya sekarang ini gak pernah mendengarkan siaran radio lagi.. Kayaknya eksistensi radio tergerus oleh situs berita online, dimana bisa diakses hanya melalui genggaman tangan.. Padahal dulu saya termasuk orang yg sering lho mendengar radio, sebelum adanya internet berita terupdate bisa kita dapatkan dario radio..
ReplyDeleteAku masih sering denger radio kok. Tapi, memang aneh karena teman-teman penyiar aku di Indika Fm, Jak Fm, dan Trax Fm banyak yang memutuskan resign. Apa karena para penyiar itu masih berada di line bottom management yaa??
ReplyDeleteJadi kangen radioku
ReplyDelete